
Cirebon – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meraih gelar doktor. AHY menjalani sidang doktor terbuka di Universitas Airlangga (Unair), Senin (7/10/2024) kemarin.
Anggota DPR RI Herman Khaeron mengaku bersyukur atas gelar doktor yang diraih AHY. Menurutnya, seorang politisi tidak saja dituntut untuk mampu memberikan pengaruh dengan kemampuan retorika politik, namun juga harus memiliki kemampuan akademis yang berbasiskan keilmuan.
“Saya bersyukur dan bangga pak AHY mampu memadukan kemampuan politik dengan basis akademis yang kuat melalui pencapaian gelar doktor dengan predikat cumlaude dari Universitas Airlangga,” ujar Herman Khaeron melalui keterangannya, Selasa (8/10/2024).
Herman berharap, AHY akan memberikan kontribusi terbaik untuk pengambilan kebijakan ke depan. “Saya berharap AHY akan berkontribusi dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Indonesia Emas 2045, ditandai dengan bonus demografi yang tidak semua negara bisa mencapainya,” ujarnya.
AHY yang juga Ketua Umum DPP Partai Demokrat tersebut dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude dalam sidang doktoral terbuka di Universitas Airlangga (Unair), Senin (7/10/2024).
Pada sidang doktoral tersebut, AHY menyampaikan materi disertasinya yang berjudul “Transformational Leadership and Human Resources Orchestration towards Indonesia Emas 2045”.
Sementara itu, AHY sendiri menyatakan bersyukur karena bisa menuntaskan studinya dan menyandang gelar doktor. “Selain tentunya saya berharap itu bisa saya kontribusikan untuk pengambilan kebijakan ke depan, karena kita ingin Indonesia semakin tumbuh ekonominya, makin maju dan juga makin sejahtera,” kata AHY dalam keterangannya.
Menurutnya, perlu ada berbagai upaya perbaikan agar kapasitas SDM bangsa semakin baik kualitasnya. Dengan demikian bonus demografi tidak menjadi sia-sia, sekaligus terciptanya industri yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
Putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini juga mengatakan harus ada kedekatan antara politisi dengan akademisi untuk mencapai hal tersebut.
“Karena memang membuat kebijakan keputusan-keputusan politik itu harus berdasar pada pendekatan yang ilmiah. Jadi akademisi itu juga sangat diharapkan peran dan kontribusi pemikirannya,” katanya.