Cirebon — Kabupaten Cirebon kini memiliki batik dengan teknik khasnya, merawit, yang resmi mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Kementerian Hukum dan HAM.
Sertifikat ini, yang ditetapkan pada 4 November 2024, menjadikan batik merawit sebagai produk batik IG pertama di Kabupaten Cirebon dan menjadi yang keenam di Indonesia.
Penjabat (Pj) Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya mengatakan penerimaan sertifikat IG ini merupakan tonggak penting dalam upaya mempromosikan batik merawit, serta meningkatkan daya saing produk lokal.
“Ini adalah kebanggaan bagi kami. Ke depan, kami akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan batik merawit dapat berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun pelestarian budaya,” ujar Wahyu di Kantor Bupati Cirebon, Senin (25/11/2024).
Penerimaan sertifikat IG juga membuka peluang untuk regenerasi perajin batik. Meskipun tantangan dalam melahirkan generasi baru perajin batik cukup besar, baik di Kabupaten Cirebon maupun di Indonesia.
Wahyu menekankan pentingnya pelatihan dan pemberdayaan bagi generasi muda, agar terus menjaga tradisi membatik.
“Kami berharap dengan adanya sertifikat IG ini, para perajin dapat lebih semangat dan bangga dengan produk mereka. Kami akan terus mendukung upaya-upaya yang bisa membantu regenerasi perajin batik di Cirebon,” katanya.
Dengan pengakuan IG ini, batik merawit bukan hanya menjadi kebanggaan lokal, melainkan dapat berkembang menjadi produk unggulan yang mendunia, membawa dampak positif bagi industri budaya Cirebon.
Batik merawit sendiri dikenal dengan teknik pembuatan garis tipis, seperti ranting atau rambut, yang membedakannya dari jenis batik lainnya.
Menurut Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), Komarudin Kudiya, garis-garis halus tersebut memerlukan keahlian tinggi dan peralatan berkualitas.
“Proses pembuatan batik merawit tidak mudah. Canting yang digunakan harus berkualitas, begitu juga malam (lilin) yang harus dipanaskan dengan suhu yang tepat, agar garis tipisnya tetap terjaga,” ungkap Komarudin.
Batik merawit hanya diproduksi oleh perajin di delapan desa di Kabupaten Cirebon, yakni Trusmi Kulon, Trusmi Wetan, Kaliwulu, Wotgali, Gamel, Sarabau, Panembahan, dan Kalitengah.
Dan diperkirakan terdapat sekitar 1.000 perajin yang menguasai teknik ini di Kabupaten Cirebon.
Sertifikat IG diharapkan dapat meningkatkan nilai jual batik merawit, di mana setiap produk akan dilengkapi dengan barcode yang mencantumkan informasi mengenai motif dan pembuatnya.
Hal ini diharapkan, dapat memberikan insentif tambahan bagi perajin dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.
“Motif sawat pengantin adalah salah satu motif yang banyak menggunakan teknik merawit. Dengan adanya sertifikasi IG, produk ini dapat lebih dikenal luas dan memiliki daya saing lebih tinggi,” jelasnya. (BNL)