
Cirebon – Pemerintah Kabupaten Cirebon terus mengintensifkan upaya pemulihan pascabanjir yang melanda enam kecamatan dan 15 desa di wilayahnya. Banjir tersebut berdampak terhadap kehidupan warga, dengan 2.921 rumah terendam.
Tidak hanya itu, banjir juga mengakibatkan kerusakan pada lima fasilitas pendidikan, sembilan tempat ibadah, dan empat jembatan. Sekitar 357 hektare lahan persawahan juga terendam banjir.
Penjabat (Pj) Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya, mengungkapkan bahwa total 3.125 kepala keluarga (KK) atau sekitar 10.820 jiwa terdampak oleh bencana ini. Sebanyak 136 warga sempat mengungsi, namun kini telah kembali ke kediaman mereka setelah kondisi mulai membaik.
Pemerintah setempat bersama beberapa pihak lainnya terus bekerja keras untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak dan memberikan bantuan kepada warga yang terdampak.
“Kami bersama TNI, Polri, DPRD, serta instansi pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten terus menangani dampak bencana banjir ini,” kata Wahyu usai rapat pimpinan (rapim) di Ruang Nyi Mas Gandasari Setda Kabupaten Cirebon, Senin (20/1/2025).
“Penanganan meliputi distribusi makanan, layanan kesehatan, hingga pembersihan area terdampak yang melibatkan Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan BPBD,” ungkapnya.
Perbaikan mendesak, seperti pegangan jembatan yang sempat rusak akibat banjir, sudah diselesaikan, sehingga akses masyarakat kembali normal.
Meski demikian, ia menyampaikan untuk dampak besar lainnya, Pemkab Cirebon masih perlu melakukan pembahasan lebih lanjut dengan Forkopimda serta pihak pemerintah pusat dan provinsi.
“Kami akan melanjutkan rapat teknis untuk membahas perbaikan item-item penting, seperti Bendung Canggung, Jembatan Sumber, dan tembok penahan tanah (TPT) yang jebol. Anggaran untuk penanganan ini juga akan dibahas dalam rapat tersebut,” ujar Wahyu.
Wahyu mengungkapkan, bahwa pihaknya masih menganalisis kemungkinan untuk menetapkan status tanggap darurat. Keputusan tersebut akan berdasarkan fakta-fakta di lapangan dan pembahasan lebih lanjut dengan berbagai pihak terkait.
Saat ini, upaya penanganan dilakukan menggunakan anggaran yang tersedia, termasuk bantuan dari Kementerian Sosial dan Dinas Sosial.
Ia menambahkan, bahwa kebutuhan anggaran untuk pemulihan serta langkah antisipasi ke depan akan dihitung secara teknis.
Untuk rumah yang rusak, pemerintah akan memanfaatkan program rumah tidak layak huni (Rutilahu), agar masyarakat terdampak dapat segera mendapatkan bantuan perbaikan. (BNL)